Monday 19 September 2011

Jalur Lintas Barat Lampung yang Mempesona

Jika mempunyai kebiasaan mabuk perjalanan, berkendaraan jauh biasanya identik dengan letih dan menjemukan. Apalagi jika kondisi badan sedang tidak mendukung. Namun, jika sedang fit, Perjalanan dari Bandar Lampung ke Krui via Kotaagung, bisa sangat mengesankan.




Lima tahun lalu jalur lintas barat Lampung hanya dilayani bus dari Rajabasa – Kotaagung. Sehingga untuk sampai di Krui, dari Kotaagung masih harus disambung dengan mobil tua atau jasa ojek. Itu pun hanya sampai di Pekon Wayheni, Kecamatan Bengkunat. Selanjutnya naik angkutan pedesaan yang posnya di Pasar Wayheni.

Menyusul dibukanya jalur lintas barat (Bandar Lampung – Krui via Kotaagung), tahun 2007, masyarakat Krui dan sekitarnya bisa bernapas lega. Kubangan lumpur yang hampir satu kilometer dengan kedalaman 1 – 2 meter tidak ada lagi. Meski masih sering ada jalan rusak, tidak separah sebelumnya. Jalur ini memang banyak didambakan masyarakat yang punya akses di Bandar Lampung – Krui maupun Bengkulu.

Selain jarak tempuh lebih dekat, waktu yang dibutuhkan juga lebih sedikit (6 – 7 jam). Selain itu, ada hal yang lebih mengesankan, jalur lintas barat menawarkan pemandangan alam yang membuat para musafir termanjakan. Perjalanan menjadi menyenangkan dengan pemandangan di sepanjang perjalanan.

Keluar dari Bandar Lampung, kita akan disuguhi perkampungan yang bersih dan teratur. Ini bisa kita dapati di Pekon Negri Sakti. Jajaran rumah kokoh dengan halaman yang luas ditumbuhi tanaman buah-buahan, dengan beberapa rumah yang masih bercorak tradisional membuat kesan perdesaan yang penduduknya sejahtera. Jauh dari riuh perkotaan dengan rumah berimpit tanpa halaman, tapi tidak ada kesan udik seperti desa tertinggal. Mungkin ini gambaran Desaku Maju Sakai Sambayan yang pernah dicanangkan mantan Gubernur Oemarsono.

Belum bosan dengan pemandangan yang membuat hati tenteram, 3. rimbun kebun karet menawarkan kesejukan yang membuat mata ingin menoleh sekadar untuk menikmati hamparan rumput di bawah rimbun kebun karet, atau beberapa pekerja kebun karet yang sibuk menadah getah karet.

Lepas dari keteduhan perkebunan karet, kita akan bertemu hiruk pikuk pasar tradisional yang di sebagian kota besar, termasuk Bandar Lampung, mulai digerus zaman. Menyusul hamparan persawahan yang menghijau di musim hujan dan menguning di kala panen, lebih menandaskan varibel kedesaan dan kemakmuran masyarakat di sekitarnya. Andai tidak ada bangunan sarang burung walet, pemandangan ini lebih sempurna. Persawahan itu dikelilingi bukit dengan tanaman perkebunan yang bernuansa hijau. Sedangkan bagian paling tepi, laksana pagar penjaga; Bukit Barisan Selatan kebiruan dipeluk kabut.

Ketika melintasi tempat ini, memori terpelanting pada lukisan pemandangan yang (sebagian siswa SD) buat ketika guru menggambar mengintruksikan melukis pemandangan. Sebagian besar siswa akan melukis gunung dengan matahari di baliknya. Di bawahnya terhampar persawahan yang dibelah kelokan jalan dengan garis polisi. Ternyata, imajinasi pemandangan masa kecil, di kemudian hari ditemukan di wilayah ini.

Belum bosan dengan suguhan fantantis, tubuh kita akan merasakan pergantian suhu udara ketika memasuki wilayah Gisting. Gisting terkenal dengan daerah yang dingin. Kalau lewat di pagi hari, kita akan terpesona dengan menipisnya kabut disapu sinar surya. Di kejauhan, Gunung Tanggamus bermantel kabut tebal serupa perawan yang malu-malu merapatkan gaunnya.

Pemandangan lain yang tidak kalah menariknya, perkebunan kol yang terhampar luas di kiri kanan jalan mengantarai rumah-rumah penduduk. Bagi mereka yang tinggal di daerah tandus, bisa sangat cemburu dengan kesuburan Gisting. Dengan berbagai macam warna bunga yang menghiasi pekarangan rumah penduduk, semakin memanjakan mata untuk menikmati perjalanan.

Pesona Gisting belum pudar, tapi kita harus menarik napas; jalan menurun tajam berkelok menandai kita telah sampai di Kotaagung. Di sini, meski menggunakan kendaraan apa pun, harus ekstra hati-hati. Selain tikungnnya tajam, di kiri kanan jalan juga dipagari cadas dan bertepikan ngarai yang curam. Sekali lengah, jurang yang dalam siap merenggut nyawa. Tapi pandangan yang ditawarkan di depan mata sebanding dengan tingkat kesulitan. yang jauh di sana, tampak Teluk Semaka melambai memanggil kita untuk bersantai.

Perjalanan terus menurun menuju pusat Kotaagung, dengan pemandangan yang semakin cantik dan risiko semakin santun. Lepas dari bahaya jurang, dari kiri jalan pemandangan persawahan dengan sistem sengkedan menyapa ramah. Pemandangan berhujung pada biru laut dan jauh langit membuat hati terus berdecak: Maha Suci Tuhan. Di kanan jalan pun kita dapati penjual buah durian, manggis, dan berbagai macam penganan menawarkan untuk singgah.

Bus terus melaju. Kembali kita menikmati hamparan persawahan di sisi kiri dengan latarbelakang Bukit Barisan. Tapi kali ini kita merasa lebih terlindung, karena Bukit Barisan semakin nyata di depan mata. Sedangkan di sebelah kanan jalan hamparan sawah dipagari kegagahan Gunung Tanggamus. Kesan sejuk dan nyaman terasa menyertai perjalanan. Membuat kita terlupa kalau hampir mencapai separo perjalanan. Dengan riang riak Way Semaka melengkapi kekayaan potensi alam yang dianugerahkan Sang Pancipta. Ini pemandangan umum di daerah Wonosobo dan Semaka.

Beberapa tombak kemudian, kita mulai menarik napas. Perjalanan mulai naik, merayap merambati Bukit Barisan. Hamparan sawah dan ramah pesona rumah adat kita tinggalkan. Kendaraan mulai harus menambah gas, setelah lepas perempatan Sedayu, kita akan mendaki dan terus mendaki. Pesiapkan mental, bagi Anda yang takut ketinggian. Dan mulai petualangan bagi Anda yang suka tantangan.

Setelah melewati beberapa tanjakan yang curam dan berkelok, embuskan napas Anda. Tengokkan dengan seksama leher Anda untuk melihat ke sebelah kiri. Anda akan terlupa jurang yang ada di bawah Anda. Pemandangan alam dengan pesona luar biasa membetot seluruh perhatian. Hamparan sawah yang tertinggal terlihat kecil, dengan petak-petak yang hanya terlihat berupa garis. Rumah-rumah penduduk, hamparan kebun kelapa, perkebunan lada, dan kopi terlihat rata dan kecil seperti pemandangan mini yang kita dapati pada lanskap-lanskap foto udara.

Nun jauh di sana, Teluk Semangka serupa danau biru menyatu dengan langit. Kata tak cukup untuk menggambarkan kesempurnaan lanskap mempesona ini. Selain ungkapan kagum, bagi pengguna kendaraan pribadi dengan sendirinya tidak akan menyia-nyiakan untuk berhenti. Bagi yang membawa kamera, lanskap ini tak akan disia-siakan. Bagi yang lewat dengan tangan hampa, cukup berdiam, dan dengan seksama mengamati pemandangan yang sulit dicari tandingnya.

Bagi mereka yang lelah dan ingin istirahat, banyak berjajar pondok kecil yang menjajakan buah khas daerah ini: durian.

Sambil menikmati durian yang jatuh dari pohon (bukan peraman), kicau aneka jenis burung hutan memanjakan telinga kita. Tak jarang mata kita menangkap langsung cengkrama burung-burung dengan keindahan warna bulunya itu. Sepoi angin menyapu penat dan letih. Rindang beragam pepohonan tua membuat kita tetap terlindung dari panas meski pada siang terik.

Bagi Anda yang ingin istirahat (leyah-leyeh) sambil minum kopi di sekitar sini juga banyak kedai sederhana lengkap dengan bale-bale bambu yang memanggil tubuh menghempaskan segala penat. Jika Anda ingin meneruskan perjalanan ke Krui, jarak tempuh masih jauh. Segera kemasi barang-barang untuk melanjutkan perjalanan. //**

Source : http://nuansaonline.net/index.php?option=com_content&task=view&id=263&Itemid=44

No comments:

Post a Comment